CNNBANTEN.ID – Puluhan massa yang tergabung dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Lebak, menggelar aksi demo di pintu masuk kantor Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Lebak, Senin (2/9/2019). Aksi yang menuntut kepastian anggaran pemberdayaan perempuan berujung rusuh, setelah masa mencoba masuk ke lewat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lebak.
Massa mulai menggelar aksi sekitar pukul 10.00 WIB, dengan atribut kebangsaannya dan membawa sejumlah poster. Aksi yang awalnya dipokuskan di pintu masuk pintu utama Pemkab Lebak, berubah menjadi saling dorong setelah massa berusaha masuk dengan menerobos pagar betis kepolisian Polres Lebak. Sempat redam, karena massa tidak bisa menerboso yang dijaga polisi, akhirnya massa pun semakin bringas dengan mencoba masuk lewat kantor DPRD Lebak guna bertemu dengan bupati atau pejabat Pemkab Lebak. Aksi kejar – kejaran pun tidak bisa dihindarkan, polisi yang sigap langsung menghadap belasan massa yang sudah masuk di gedung wakil rakyat tersebut. Aksi dorong, dan adu mulut pun kembali terjadi hingga akhirnya polisi berhasil menggiring massa untuk keluar dari dari kantor tersebut. Setelah mendapat pengarahan dari sejumlah anggota DPRD Lebak, massa pun membubarkan diri secara tertib.
“Banyaknya kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Lebak, seharusnya menjadi alarm keras bagi para pemangku kebijakan yang punya kewajiban memberikan jaminan keamanan terhadap perempuan dan anak. Teranyar yang disorot adalah kematian Sarwi remaja putri berusia 13 tahun asal Baduy, yang tewas dalam kondisi mengenaskan. Sarwi diduga diperkosa sebelum nyawanya dihabisi,” kata Ketua Umum PC PMII Lebak, Teguh Pati Ajidarma disela – sela orasinya.
PMII Lebak menilai, kabupaten yang baru saja keluar dari predikat daerah tertinggal ini sedang mengalami darurat perlindungan perempuan. Dalam hal ini, pemerintah seolah tidak serius menangani kasus perempuan. “Kami meminta bupati mengevaluasi kinerja di jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A). Karena tidak sedikit anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk pemberdayaan dan perlindungan terhadap perempuan di tiap-tiap desa. Begitu juga anggaran di DP2KBP3A. Jangan sampai banyak anggaran yang dialokasikan malah jadi pemborosan,”papar Teguh. Seraya menambahkan, kami juga minta BPK mengaudit anggaran Pemkab Lebak soal pemberdayaan perempuan dan anak.
Menurut Ketua Korps PMII Puteri (Kopri) Lebak Siti Dian Nurdiana, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dirasa belum dilakukan secara maksimal oleh penegak hukum maupun pemerintah daerah.”Justru kami tidak melihat ya tindakan preventif yang konkret dilakukan oleh pemerintah daerah. Harapan kami, ini menjadi evaluasi pemerintah, dengan benar-benar melakukan langkah-langkah preventif,”pungkasnya.(Bon/Ule)