CNNBANTEN.ID – Belasan lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Hardiwinangun, Kelurahan Muara Ciujung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, terancam dibongkar paksa oleh Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak. Ancaman tersebut, setelah surat teguran ketiga yang dilayangkan dinas setempat hari ini (kemarin) tidak diindahkan oleh PKL untuk membongkar sendiri.
Kepala Bidang Penegakan Perundang Undangan Daerah (PPUD) Dinas Satpol PP Lebak Tati Suryati mengatakan, surat teguran ke tiga menindaklanjuti surat teguran sebelumnya, meminta PKL membongkar bangunan kios yang berdiri di atas trotoar.”Kami minta mereka segera membongkar bangunan kios sendiri atau kami yang akan membongkar paksa,” kata Tati.
Diminta membongkar atau pihak Satpol PP yang membongkar paksa, menurut Tati selain memang dilarang, bangunan permanen di atas trotoar yang baru sebulan berdiri itu juga tanpa sepengetahuan pemerintah daerah. Dan perlu diketahui sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2018 tentang penataan PKL. Bahwa di ruas jalan tersebut (Hardiwinangun-red) merupakan zona kuning, yang artinya boleh berjualan di atas pukul empat sore dan tidak boleh ada bangunan permanen. “Setelah kami tanya, ternyata auning ini hasil kerja sama paguyuban PKL dengan Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APLI). Ini sama sekali tidak ada pemberitahuan ke pemerintah,” ungkap Tati.
Teguran ke satu, dua dan tiga ini memang harus dilakukan, lantaran keberadaan PKL yang mengisi auning tersebut jelas melanggar Perda karena berada di zona kuning. Terlebih lokasi yang ditempati atau yang dibangun oleh PKL dan APLI tersebut berada di lahan PT KAI.”Kita sudah koordinasi dengan PT KAI, jika itu melanggar PT KAI mempersilahkan untuk dibongkar. Tapi jika sampai besok pedagang tak membongkar bangunan kiosnya, maka pembongkaran akan dilakukan petugas. Silahkan mereka pilih, mau bongkar sendiri atau kami yang tertibkan,” tandasnya.
Terpisah, Ketua APLI Lebak Mujahidin mengatakan, pihaknya hanya mempaslitiasi atau menjembatani keinginan PKL yang ingin memiliki tempat, tapi yang menginiasi pembangunan ini itu paguyuban.”Kami (APLI-red) sempat meminta kepada paguyuban untuk tidak dulu membangun auning tersebut, sampai kami mendapatkan izin dari Pemda. Namun faktanya paguyuban membangunnya,”kata Mujahidin.
Saat disinggung terkait adanya sistem sewa menyewa Mujahidin mengaku, terkait sewa menyewa itu bukan ranahnya APLI. Karena, APLI disini hanya menjembatani PKL bagaimana caranya untuk memilik tempat untuk berjualan.”Kalu soal sewa menyewa itu bukan kami, jadi kami gak tahu soal itu,”tandasnya.
Sementara itu, Kasi Retrebusi Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Lebak, Dedi Setiawan menegaskan, Disperindag tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasi kepada APLI maupun paguyuban atas pemangunan auning tersebut.”Betul, sebelum dibangun, memang APLI datang ke kami, mereka meminta rekomendasi untuk membangun auning di lokasi setempat. Namun, karena lokasi tersebut berada zona kuning maka kami tidak memberika rekom. Tapi kami juga tidak menghalangi mereka berjualan selagi sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti halnya di zona kuning itu boleh berjualan di atas pukul 16.00 WIB, sore hari,”pungkasnya. (Bon/Ule)