KELAPA DUA,—Sebanyak 50 toko obat dan apotek mendapatkan pengawasan ketat dari Loka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kabupaten Tangerang lantaran menjual obat-obatan terlarang (OOT). Dua dari empat jenis obat-obatan terlarang yakni Tramadol dan obat Trihexyphenidyl (Trihex) bahkan dijual bebas dengan mayoritas pembeli adalah para pelajar tingkat SD, SMP dan SMK/ SMA.
Kepala Loka BPOM Kabupaten Tangerang Widya Savitri menjelaskan, pihaknya akan fokus terhadap penyalahgunaan OOT di Kabupaten Tangerang di tahun 2019 ini. OOT Tramadol dan obat Trihexyphenidyl (Trihex) menjadi jenis yang sering disalahgunakan dan dijual bebas di toko-toko obat ilegal. Dua OOT tersebut sangat membahayakan untuk dikonsumsi karena sifatnya seperti narkotika dan psikotropika serta menyebabkan ketergantungan.
“Menurut keterangan yang kami dapat dari para penjual OOT, permasalahannya adalah usia yang paling sering membeli atau mengkonsumsi itu adalah anak-anak mulai dari anak SD, SMP dan SMK/ SMA. Makanya kita sering mengadakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ke anak-anak sekolah di Kabupaten Tangerang, serta para orang tua mereka untuk memberikan pemahaman terkait penyalahgunaan obat,” jelas Widya saat melakukan sosialisasi KIE terhadap pengelolaan sediaan farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasiaan kepada puluhan anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) di kawasan Summarecon, Kecamatan Kelapa Dua, Minggu (10/2).
Widya mengatakan, selain ketergantungan, para pelajar yang mengkonsumsi OOT tersebut juga dapat terenggut nyawanya atau Overdosis. Meskipun pihaknya belum menemukan secara langsung para pelajar yang kedapatan mengkonsumsi OOT itu, namun Loka BPOM Kabupaten Tangerang akan melakukan pengawasan ketat kepada 50 toko obat dan apotek di Kabupaten Tangerang.
“Kalau saya lihat dari tahun lalu sampai tahun sekarang cukup marak peredaran obat-obatan ilegal maupun OOT karena baru-baru ini saya mendapatkan informasi banyak toko obat tidak berizin. Untuk toko obat dan apotek yang diawasi tahun ini mungkin tidak banyak, sekitar 50-an karena menjual OOT. Karena kita baru terbentuk di Desember tahun kemarin, tetapi kita akan berkoordinasi dengan Dinkes Kabupaten Tangerang untuk memperluas cakupan pengawasannya,” ungkapnya.
Widya mengungkapkan, tahun lalu pihaknya juga mendapati pabrik atau produsen obat resmi yang diduga memproduksi obat-obatan palsu. Bahkan sampai saat ini masih dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui obat tersebut palsu atau tidak.
“Obat-obat yang diduga palsu itu dan sedang kita telusuri dan kita sedang uji apakah itu palsu atau memang dari pabrik resminya. Kita masih belum pasti obat itu palsu atau tidak dan sedang diuji kalau memang palsu berarti masih beredar. Mudah-mudahan dapet informasi dan kita bisa cari produsen atau pabriknya,” paparnya.
Menurut Widya, berdasarkan data rata-rata yang dilakukan Loka BPOM Kabupaten Tangerang, dalam satu toko obat atau apotek dapat menjual sebanyak 3.000 tablet atau pil dalam satu minggu. Jumlah tersebut mampu menghasilkan pundi-pundi uang sebesar Rp 6 juta.
“Mereka 3.000 tablet stok perminggu dengan omzet Rp 6 juta. Maka dari itu saya berharap peran serta masyarakat dalam pengawasan juga ada, sehingga kita bisa langsung menindaklanjuti dan memberi informasi ke masyarakat kembali serta kita bisa meminimalisir penyalahgunaan peredaran OOT,” katanya.
Selain obat-obatan, lanjut Widya, kosmetik ilegal juga banyak ditemukan di Kabupaten Tangerang. Selain tanpa izin edar, kosmetik ilegal tersebut juga tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah. Total lebih dari Rp 2 Miliar harga barang bukti kosmetik ilegal diamankan pihaknya dari sebuah pabrik di Kecamatan Balaraja tahun lalu.
“Tahun ini kita tetap fokus peredaran kosmetik dari Jakarta dan Banten, karena masih banyak kosmetik-kosmetik palsu yang masih kami lakukan penelusuran. Pabrik resmi kita tetap awasi dan rutin kita lakukan, dan malah kemarin ada dugaan produsen resmi yang diduga memasarkan kosmetik ilegal. Pabrik itu masih kami lakukan penelusurannya dan masih dugaan untuk sementara. Kemudian bisa saja dari produsen resmi menyalurkan ke yang tidak berwenang, termasuk juga produsen obat-obatan,” ujarnya.
Kepala Seksi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Muji Harja menambahkan, terdapat 395 apotek di Kabupaten Tangerang yang telah terdaftar di Dinkes atau berizin yang dijamin tidak menyalahgunakan OOT. Penyalahgunaan OOT sendiri masih ditemukan pihaknya pada toko obat atau apotek ilegal.
“Peredaran OOT itu lebih banyak di toko obat ilegal dan yang toko berizin kami tidak pernah menemukan penyalahgunaannya. Ini kami konsen sebenarnya penyalahgunaan dua OOT itu toko obat tidak berizin, makanya kami bekerjasama dengan Loka BPOM dan Polsek, karena sifatnya sudah tidak berizin,” pungkasnya. (*)