Oleh :
Ns. Utami Fetlina Saodah, S.Kep
Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2024
Ringkasan Eksekutif
Diabetes dan hipertensi merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik yang terus meningkat prevalensinya di Indonesia. Peran perawat sangat penting dalam mendorong regulasi dan intervensi berbasis komunitas untuk mencegah dan mengendalikan dua penyakit ini. Kebijakan berbasis bukti yang melibatkan perawat dalam edukasi, deteksi dini, dan pengelolaan kasus dapat secara signifikan mengurangi beban penyakit tidak menular di Indonesia.
Prevalensi Diabetes, Hipertensi, dan Gagal Ginjal di Indonesia
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, dengan 90-95% kasus didominasi oleh hipertensi esensial.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan studi kohor penyakit tidak menular (PTM) 2011-2021, hipertensi merupakan faktor risiko tertinggi penyebab kematian keempat dengan persentase 10,2%. Data SKI 2023 menunjukkan bahwa 59,1% penyebab disabilitas (melihat, mendengar, berjalan) pada penduduk berusia 15 tahun ke atas adalah penyakit yang didapat, di mana 53,5% penyakit tersebut adalah PTM, terutama hipertensi (22,2%).
Demikian juga prevalensi diabetes pada penduduk usia ≥15 tahun meningkat menjadi 11,7%, dibandingkan 10,9% pada Riskesdas 2018 (Kemenkes, 2024). Hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol masih menjadi penyebab utama gagak kronik sampai saat ini. Berdasarkan data IHME Global Burden of Disease 2019, penyakit ginjal kronik termasuk dalam 10 besar penyakit kematian tertinggi di Indonesia.
Tak hanya itu, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga mengungkapkan sebanyak 739.208 jiwa mengalami penyakit ginjal kronis atau sekitar 3,8 persen di Indonesia, meningkat dari data Riskesdas dari tahun 2013 yang ada di angka 2 persen. Konsumsi gula, garam, dan lemak yang berlebihan semakin memperparah situasi ini. Dalam menghadapi tantangan ini, regulasi pemerintah, disertai dengan peran perawat dalam mendukung implementasi kebijakan, menjadi sangat penting untuk menekan prevalensi penyakit.
Konsumsi Gula dan Natrium Yang Dianjurkan
Konsumsi gula, garam, dan lemak berlebihan merupakan perilaku masyarakat yang mendekatkan pada risiko penyakit tidak menular (PTM) seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan jantung. Diabetes dan hipertensi merupakan faktor utama yang mempercepat progresivitas menuju gagal ginjal. Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang dalam satu hari adalah tidak lebih dari 50 gram (setara dengan 4 sendok makan) atau sama dengan 10% dari total energi per orang per hari.
Sedangkan anjuran konsumsi garam adalah tidak lebih dari 2000 miligram (setara dengan 1 sendok teh) per orang per hari.
Regulasi Pemerintah
Untuk mengendalikan diabetes dan hipertensi, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan regulasi berbasis bukti yang mencakup:
Pengenaan Pajak Produk Tidak Sehat:
Menerapkan cukai pada minuman manis dan makanan tinggi natrium untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan penerimaan negara yang dapat digunakan untuk program kesehatan. Dilansir dari laman kemenkeu go.id mulai tahun 2024, Pemerintah mulai melaksanakan kebijakan pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang dinilai akan efektif dalam menurunkan konsumsi masyarakat terhadap gula, serta menekan biaya penanganan penyakit akibat konsumsi gula berlebih.
Regulasi Kandungan Maksimum dan Standarisasi Label Gizi
Meskipun dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 pasal 194 telah dicantumkan mengenai aturan pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak, regulasi yang tegas terhadap produk pangan tinggi gula dan natrium merupakan langkah strategis untuk mengurangi beban penyakit diabetes dan hipertensi.
Banyak produk makanan dan minuman kemasan di pasar yang tidak memberikan informasi yang jelas tentang kandungan gula dan natrium, membuat konsumen sulit membuat pilihan yang sehat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mewajibkan pelabelan yang jelas dan edukatif pada kemasan makanan/minuman mengenai kandungan gula dan natrium disertai batas maksimum kandungan gula dan natrium dalam produk olahan sesuai standar.
Implementasi label warna atau peringatan (traffic light system) dapat meningkatkan kesadaran dan memudahkan konsumen dalam menganalisa kandungan gula dan garam dalam suatu produk.
Peran Strategis Perawat Dalam Pengendalian Hipertensi dan Diabetes
Perawat dapat melakukan edukasi dan promosi kesehatan melalui pendekatan holistik, dimana perawat dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya pola hidup sehat, pembatasan konsumsi gula dan garam, serta pentingnya olahraga rutin. Selain itu, perawat dapat melakukan deteksi dini melalaui skrining tekanan darah dan kadar gula darah di tingkat komunitas untuk mendeteksi dini kasus hipertensi dan diabetes.
Selanjutnya, perawat melalui manajemen kasus, perawat memiliki kemampuan untuk memantau kepatuhan pengobatan dan memberikan dukungan psikososial bagi pasien yang sudah terdiagnosis. Kolaborasi Antar Sektor juga dibutuhkan sebagai penghubung antara masyarakat, institusi kesehatan, dan pemerintah, perawat dapat memastikan program kesehatan berjalan efektif. Terakhir, selain mendidik pasien, perawat juga dapat melibatkan keluarga dalam mendukung perubahan gaya hidup sehat pasien.
Studi menunjukkan bahwa intervensi berbasis komunitas yang melibatkan perawat mampu meningkatkan kepatuhan pengobatan hingga 80% dan menurunkan angka komplikasi hipertensi dan diabetes hingga 25% dalam kurun waktu lima tahun.
Kampanye Edukasi Publik:
Kampanye edukasi publik tentang pembatasan konsumsi gula, garam, makanan cepat saji, dan pemanis buatan adalah langkah krusial dalam mengurangi risiko penyakit tidak menular di Indonesia. Dengan komitmen yang kuat, pendekatan berbasis bukti, dan dukungan semua pihak, kampanye ini dapat mengubah pola pikir masyarakat untuk hidup lebih sehat.
Dengan menggencarkan edukasi tentang bahaya konsumsi gula dan natrium berlebih pada setiap lapisan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan literasi akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi.
Rekomendasi
Memperkuat Peran Perawat dalam Regulasi Kesehatan: Libatkan perawat dalam perumusan kebijakan dan pengawasan regulasi terkait konsumsi gula dan garam.
Peningkatan Kapasitas Perawat: Sediakan pelatihan intensif untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam edukasi, skrining, dan manajemen diabetes serta hipertensi.
Integrasi Perawat dalam Kampanye Edukasi Publik:
Dorong peran aktif perawat sebagai penggerak kampanye nasional tentang pengurangan konsumsi gula dan garam.
Dukungan Kebijakan pada Layanan Berbasis Komunitas: Alokasikan dana untuk memperluas layanan perawat di komunitas yang fokus pada pencegahan dan pengendalian PTM.
Pengembangan Teknologi Pendukung: Promosikan penggunaan teknologi digital seperti aplikasi pemantauan kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh perawat dalam memberikan edukasi dan pemantauan pasien.
Kesimpulan
Dengan mengadopsi kebijakan ini, Indonesia dapat melindungi kesehatan masyarakat sekaligus memperkuat sistem kesehatan nasional. Pengendalian konsumsi gula dan natrium melalui regulasi produk pangan adalah langkah penting untuk mengurangi risiko diabetes, hipertensi, dan gagal ginjal. Pemerintah memiliki peran sentral dalam memastikan regulasi yang efektif, pengawasan yang ketat, dan edukasi masyarakat guna menciptakan lingkungan pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Regulasi produk pangan tinggi gula dan natrium adalah kebutuhan mendesak untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan terpadu—kombinasi regulasi, edukasi, dan kemitraan lintas sektor—Indonesia dapat mengurangi prevalensi penyakit tidak menular khususnya hipertesi dan diabetes, meringankan beban sistem kesehatan, dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif.
Mari kita dorong langkah nyata ini untuk kesehatan masyarakat Indonesia yang lebih baik!