CNNBanten.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengajak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk berkomitmen dalam melakukan pencegahan penyalahgunaan kewenangan (Fraud) dalam dunia perbankan.
Sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan, baik oleh pihak bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.
“Penyalahgunaan kewenangan ini disebut dengan istilah Fraud,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam Forum Koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), di Press Room Kejaksaan Agung Kebayoran Jakarta Selatan, Kamis (16/9/2021) lalu.
Kegiatan itu juga dihadiri dan dibuka secara langsung oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Dr. Sunarta. dan perwakilan Bank yang tergabung dalam Himbara di antaranya, Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN.
Dalam kesempatan itu, Leonard menyampaikan inovasi yang digagasnya yaitu “Kolaborasi Intelijen Kejaksaan Dalam Langkah Pencegahan Fraud pada Bank Milik Negara Menuju Terwujudnya Good Corporate Governance”.
Dikatakan, dalam Peraturan OJK Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud bagi bank umum, disebutkan bahwa Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain.
Itu, terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas lembaga keuangan termasuk bank-pun telah melakukan evaluasi sekaligus memperketat aturan di perbankan agar ruang terjadinya fraud semakin sempit,” ucapnya.
Sesuai ketentuan mengenai manajemen risiko, bank diwajibkan memiliki kebijakan dan prosedur untuk mengelola risiko, termasuk adanya sistem pengendalian intern terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi bank.
Selanjutnya Leonard menyampaikan, pengaturan mengenai pencegahan fraud di industri perbankan telah berlaku sejak tahun 2011, dan terakhir disempurnakan pada POJK No.39/POJK.03/2019 tentang Penerapan Strategi Anti-Fraud.
Melalui POJK 39/2019 tersebut, regulator mewajibkan bank untuk untuk menyusun dan menerapkan strategi anti-fraud secara efektif. Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud paling sedikit memuat 4 pilar, yaitu: Pencegahan, Deteksi, Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi, Pemantauan, Evaluasi dan Tindak Lanjut.
“Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-Fraud, baik oleh bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi,” beber Leonard.
Pada bulan Agustus 2020, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan, dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.
Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, mantan Dirut Bank BTN, Maryono ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak dua kali yaitu sejumlah Rp2,257 miliar dan Rp870 juta yang ditransfer ke menantunya.
“Ini artinya peristiwa Fraud bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja baik itu pegawai pada lini depan (Teller, CS, Loan Service), kepala cabang, sampai ke jajaran direksi,” ungkap Leonard.
Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di bank milik negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan negara.
Langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya. Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak.
Terkait fungsi dari bidang intelijen Kejaksaan RI yaitu, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan melalui fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan terkait seluruh bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM.
Dimana salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan, bahwa perbankan tidak lepas dari kasus pidana, korupsi, dan gugatan, oleh karena itu salah satu fungsi intelijen adalah pencegahan, maka strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta Pemulihan Ekonomi Nasional.
Hal ini sejalan dengan dengan kebijakan Jaksa Agung RI, yaitu 7 Program Prioritas Kejaksaan RI Tahun 2021.
Pada poin (1) Pendampingan dan Pengamanan Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Nasional, dan poin (6) Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi Yang Berkualitas Dan Berorientasi Penyelamatan Keuangan Negara.
Dan hal ini sejalan pula dengan 7 (tujuh) Perintah Harian Jaksa Agung RI Tahun 2021, yaitu poin (1) Dukung Penuh Kebijakan Pemerintah Dalam Penanggulangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, serta poin (3) Menciptakan Karya-Karya Yang Inovatif Dan Terintegrasi Yang Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik.
Leonard juga menyampaikan, hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar Aparat Penegak Hukum dengan pihak Perbankan (khususnya Bank Milik Negara) mengenai strategi pencegahan fraud di Perbankan.
Melihat kondisi awal tersebut, Leonard Eben Ezer Simanjuntak selaku Kapuspenkum menilai perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara dalam jangka pendek serta dapat menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jangka menengah.
Dan diharapkan jangka Panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya (Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya.
Leonard menyampaikan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat, antara lain:
1. Memperkuat sistem Anti Fraud Bank Milik Negara khususnya dalam pilar pencegahan.
2. Penguatan early warning system (sistem peringatan dini) yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif.
3. Terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan Fraud di Bank Milik Negara yang holistik, akurat & sistematis dalam penyelamatan aset & kekayaan negara, serta mewujudkan Good Coporate Governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud.
Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Agus Dwi Handaya mengatakan kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem APH menjadi momentum.
Karena pihaknya sangat terbantu sekali sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani, dan meminta adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Human Capital dan Kepatuhan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Bob Tyasika Ananta mengatakan inovasi yang disampaikan oleh Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, sangat bagus dan siap mendukung penuh untuk hal tersebut.
Pihaknya sangat terbantu dengan adanya ide tersebut serta meminta penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk dikembangkan ke area-area yang memungkinkan terjadinya fraud.
Senada disampaikan Direktur Compliance and Legal PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Eko Waluyo. Menurut Eko, ide yang disampaikan sangat bagus dan pihaknya merasa sangat antusias untuk mengimplementasikan ide tersebut karena berkaitan dengan masalah yang sering terjadi di perbankan serta perlu adanya pertukaran informasi yang komprehensif yang dapat diakses.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan pihaknya mengapresiasi ide yang digagas oleh Kejaksaan Agung untuk berkolaborasi dengan APH dalam rangka pencegahan fraud di perbankan, dan oleh karenanya perlu adanya pemetaan stakehoders yaitu reaktif dan proaktif serta mengubah cara pencegahan kejahatan digital tidak lagi menggunakan metode konvensional.
Diskusi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M. (rls/dra)