
JAKARTA – Pengurus Pusat perkumpulan mahasiswa indonesia ( PP – PMI ) kembali menggelar aksi dan konfrensi press di depan gedung Mahkamah Agung (MA), aksinya tersebut guna mengkritisi tuntutan 937/Pid.Sus/2023/PN Bdg atas putusan seorang WNA yang terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam pertambangan ilegal di kabupaten sukabumi jawa barat di putus dengan hukuman Hanya 8 bulan penjara, dan denda Rp.30.000.000 juta subsider 1 bulan penjara.
PP-PMI menilai putusan ini tidak memiliki rasa keadilan, dan syarat tanda tanya dalam tuntutan dan putusan perjara pidana tersebut.
Sopian selaku kordinator aksi menjelaskan putusan dalam perkara 937/Pid.Sus/2023/PN Bdg, bisa bisa nya semua serba pas, dimana terdakwa Chen yang di tangkap pada bulan agustus 2023 lalu, hanya mendapat putusan 8 bulan penjara pada januari 2024, sehingga saat putusan dikurangi hak terdakwa berupa potongan 3 bulan cuti bersyarat, maka terdakwa tidak perlu lama lama ada di dalam tahanan lagi dan bisa segera meninggalkan kurungannya.
“Kami menilai putusan ini dan jaksa yang menuntut serta hakim yang memutuskan wajib di periksa karena bisa bisanya memutuskan seringan itu,” ucapnya, Jum’at (26/1/2024) malam.
Sopian mengatakan, Aksi yang di lakukannya ini dengan cara membakar lilin dan pembakaran alat peraga berupa pocong yang ber tuliskan Hakim dan Jaksa itu di gelar dimalam hari.
“kami sengaja melakukan aksi dan konfrensi press saat malam hari ini bukan karena kami tidak paham aturan, tapi kami kecewa melihat perkara ini yang seolah olah mengangkangi peraturan yang ada, dan aksi pembakaran pocong itu simbol matinya hukum di indonesia ini” ujarnya.
Sopian juga menegaskan, jika aksi tuntutan ini tidak segera dilakukan maka dirinya bersama teman teman seperjuangan akan melakukan aksi kembali pada tanggal 31 Januari 2024 mendatang.
“Kami akan melakukan aksi kembali pada rabu 31 januari 2024, dan Kami akan terus lakukan sampai tuntutan kami di dengar dan pelaku eksploitasi alam di negeri tercinta ini bisa dapat putusan yang berat, serta hakim dan jaksa yang melakukan penuntutan dan pemutusan dalam perkara ini harus sergera di periksa,” tegasnya.
Ditempat terpisah, pendiri guys lawfirm Yudha juga menilai putusan ini wajib di blow up agar viral kemana mana. Dirinya merasa heran bagaimana hati nurani jaksa dan hakim memutuskan se rendah itu.
“Dalam dakwaan pasal yang di terapkan salah satunya UU 3 tahun 2020 pasal 158 dimana dalam pasal tersebut batas tuntutan maksimal bisa dikenakan 5 tahun dan dengan denda maksimal 100.000.000.000 (seratus milyar),” imbuhnya
“Tapi kenapa jaksa hanya menuntut 12 bulan dan denda Rp. 60.000.000 lalu hakim malah menurunkan putusan dari tuntutan jaksa sehingga putusan hanya 8 bulan dan denda 30.000.000. Ini tentang warga negara asing yang memperkosa kekayaan alam ibu pertiwi, kok bisa bisanya dapet putusan seringan itu.” Pungkasnya. (GOR)