CNNBANTEN.ID – Program kerja yang dicanangkan pemerintah dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang diyakini berdampak bagi kemaslahatan tenaga kerja semakin menjadi tanda tanya.
Belum genap disahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, puluhan karyawan perusahaan alih daya dibidang telekomunikasi resmi dirumahkan.
Management perusahaan beralasan, hal ini didasarkan atas permintaan dari investor yang bekerjasama dengan perusahaan Business Process Outsourching(BPO).
FH (35 tahun) tenaga kerja yang dirumahkan merasa dirugikan dengan pemutusan kerja secara mendadak. Pasalnya, sudah hampir 10 tahun dirinya mengabdi untuk perusahaan alih daya tersebut.
“Sudah sepuluh tahun kerja disini dengan berbagai macam project. Akhirnya diputus kontraknya gitu aja, ” Ungkap FH salah satu karyawan yang dirumahkan saat diwawancarai awak media melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa(18/2/2020).
Loyalitas-pun adanya tidak menjadi jaminan masa depan bagi karyawan seperti yang dituliskan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 4 ayat (2) huruf b.
Disamping upah minimum yang disetarakan, tenaga kerja juga membutuhkan jenjang karir ketika sudah mengabdi bertahun-tahun pada perusahaan.
Kesejahteraan Ekonomi
RUU Omnibus Law Cipta Kerja, diharapkan mampu memberikan kesejahteraan tidak hanya bagi pelaku usaha melainkan bagian-bagian yang terkait didalamnya.
Salah satu korban dirumahkan lainnya, AW (28 tahun) harus membiayai ketiga anaknya yang masih balita. Dirinya bekerja sebagai karyawan BPO untuk membiayai ketiga anaknya.
“Nasib kita bener-bener dibuang, ada yang baru 3 bulan kerja diputus juga kerja nya. Diputus kerja dengan alasan yang gak masuk diakal, ” Ungkapnya.
Berdasarkan survey dilapangan, tenaga kerja lulusan akademi baru dan tenaga kerja lama mengandalkan jasa perusahaan alih daya yang diyakini lebih cepat untuk disalurkan.
Kini RUU Omnibus Law Cipta Kerja diharapkan mampu membenahi perusahaan alih daya yang tidak sesuai dengan program ketenagakerjaan pemerintah. (Dul/Ule)