
TANGERANG – Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Fraksi Rakyat menggelar aksi demo di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jumat (14/11/2025).
Mereka menuntut percepatan pembayaran ganti rugi lahan proyek jalan tol Cengkareng–Batuceper–Kunciran (CBK) atas nama almarhum Bantong bin Djari yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019.
Koordinator aksi, Elwin Mendrofa mengungkapjan, aksi tersebut digelar sebagai bentuk kekecewaan keluarga Bantong dan masyarakat, karena pembayaran ganti rugi hasil putusan pengadilan tak kunjung dicairkan. Padahal, putusan perkara 855/Pdt.G/2019/PN Tng telah menyatakan tanah seluas 1.217 meter persegi di Kunciran Jaya sah milik Bantong dan wajib dibayarkan melalui konsinyasi.
“Putusan itu diperkuat Penetapan Konsinyasi No. 44/Pdt.P.Cons/2019/PN Tng, yang menegaskan pembayaran harus ditujukan kepada Bantong sebagai pemilik yang sah,” tegas Elwin dalam keterangannya.
Elwin mengaku heran penetapan konsinyasi yang sudah keluar sejak 2019 kenapa belum dibayarkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Hal ini pun membuat tanda tanya besar bahkan ia menduga ada oknum yang bermain.
Informasi yang dihimpun, proses pembayaran mandek lantaran adanya klaim dari PT Modernland yang mengajukan alas hak SPH 211/Agr/III/93, namun dokumen tersebut secara fisik tercatat di Kampung Kelapa RT 002/Rw 001—berbeda lokasi dengan tanah objek tol yang berada di RT 02 RW 01 Kunciran Jaya berdasarkan Girik C 1354 Persil 27 S.III. Massa menyebut alas hak itu tidak relevan dan “tidak sesuai objek”, bahkan dianggap sebagai alas hak palsu secara objek sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan.
Persoalan kian berlarut ketika Modernland menggugat ulang melalui perkara 241/Pdt.G/2020/PN Tng, yang kemudian memenangkan perusahaan tersebut. Namun Elwin menegaskan bahwa putusan itu tidak berkaitan dengan putusan 855, karena objek yang disengketakan berbeda.
“Putusan Sudah Inkracht, Kenapa Tidak Dibayar?kami mendesak PN Tangerang agar melaksanakan keputusan hukumnya sendiri,” tegas Elwin lagi.
Menurut Elwin, putusan 241 tidak memiliki hubungan hukum dengan putusan 855. Bahkan amar putusannya sendiri menyatakan kedua perkara tidak saling terikat. Jadi tidak ada alasan untuk menunda pembayaran hak Bantong.
“Penundaan pembayaran sejak perintah eksekusi 20 Juli 2025 hingga kini adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip negara hukum dan asas kepastian hukum. Maka kami minta PN Tangerang segera bayar konsinyasi atas nama Bantong berikut bunganya,” papar Elwin seraya meminta Mahkamah Agung memeriksa oknum yang mengaitkan konsinyasi Bantong dengan alas hak SPH yang dinilai palsu.
Aksi tersebut direspons pihak PN Tango. Perwakilan massa—termasuk Elwin Mendrofa dan kuasa hukum ahli waris Bantong, Rizky Lamhot Ginting dipanggil masuk ke ruang Ketua PN Tangerang untuk berdialog.
Usai pertemuan, Elwin menyampaikan pihak PN Tangerang akan mempelajari perkara ini dan memanggil BPN untuk memastikan pencairan benar-benar harus atas nama Bantong.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Bantong, Rizky Lamhot Ginting, menegaskan bahwa proses hukum sudah sangat jelas. Semua dasar legalitas mulai dari girik, batas tanah, hingga putusan inkracht telah mengarahkan pembayaran hanya kepada ahli waris Bantong.
“Tuntutan kami sederhana, segera cairkan uang konsinyasi. Semua dasar hukum sudah lengkap. Tidak ada alasan untuk menahan hak rakyat,” ujar Rizky Ginting.
Dia menambahkan, Ketua Pengadilan menyampaikan telah mempelajari perkara ini. Namun demikian, untuk memastikan akurasi data dan asas-asas hukumnya, akan segera memanggil BPN. Langkah ini penting agar tidak ada lagi pihak yang bermain dengan klaim yang tidak sesuai objek.
“Pengadilan janji akan diselesaikan secepat-cepatnya. Kami tentu berharap komitmen itu segera direalisasikan. Harapan kita semua, semoga proses ini cepat terrealisasi. Tidak ada yang kami tuntut selain hak yang memang telah diputuskan pengadilan,” tukasnya. (*)
cnnbanten.id Mitra Banten Untuk Indonesia