Home / News / Melongok Kemegahan Kesultanan Banten dan Eksotisme Pesisir Pantai Anyer

Melongok Kemegahan Kesultanan Banten dan Eksotisme Pesisir Pantai Anyer

Lokasi Banten Lama di Kecamatan Kasemen, Serang.

CNNBanten.id – LANGIT di sepanjang pesisir pantai Anyer, Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang, terlihat sedikit mendung pada Minggu (22/11/2020) pagi.

Oleh: Hendra Saputra/ Reporter CNNBanten.id

Jam di telepon selular saya menunjukan pukul 07.30 WIB. Tampak terlihat sedikit pancaran sinar matahari menembus gumpalan awan kelabu di atas langit.

Ratusan orang nampak asyik menikmati deburan ombak di bibir pantai, tepatnya di pantai Hotel Marbella yang berlokasi di Jalan Raya Karang Bolong, Bandulu, Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang itu.

Ada yang sengaja merendam setengah tubuhnya di air hingga dihempas deburan ombak, juga ada pula yang asyik memacu adrenalin di atas Jetski dan Banana Boat yang melintas di sepanjang pantai tempat saya menginap itu.

Ya, begitulah kondisi salah satu destinasi wisata di Provinsi Banten di tengah suasana Pandemi Covid-19 yang masih terjadi hingga saat ini.

Meski pengunjungnya tak seramai sebelum virus berbahaya itu masuk ke Indonesia, namun eksotisme pantai di pesisir Selat Sunda itu tak pernah pudar. Anyer selalu menyajikan keindahan pantai-pantainya.

Pengelola hotel serta pelaku industri pariwisata di kawasan Anyer pun tetap menerima kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Di balik balkon hotel, tatapan saya tertuju pada pemandangan pantai dan birunya hamparan lautan Selat Sunda itu. Terlintas di pikiran saya ingin mengganti pakaian dan menceburkan tubuh ke air.

Namun berat rasanya kaki ini untuk beranjak dari balkon. Maklum, pagi itu udara masih terasa dingin. Ditambah lagi tubuh ini masih sedikit kedinginan lantaran semalaman terkena semburan pendingin udara saat tidur di kamar hotel.

Saat menikmati pemandangan pesisir pantai Anyer, ingatan saya kembali tertuju pada kawasan Banten Lama, di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

Maklum saja, sehari sebelumnya saya bersama beberapa teman-teman wartawan yang sehari-harinya liputan di wilayah Tangerang Raya, sempat mengunjungi kawasan Banten Lama.

Saya dan rombongan yang datang ke Anyer sejak Jumat (20/11/2020) sore itu, memang sengaja ingin melihat kondisi terkini wajah destinasi wisata Banten. Baik wisata pantai maupun wisata religi.

Sabtu (21/11/2020) pagi, pukul 10.00 WIB, saya dan rekan-rekan seprofesi mengawali perjalanan yang diberi tema Eksplore Wisata Banten 2020 itu, menuju kawasan Banten Lama menggunakan bus.

Jarak tempuh dari hotel tempat saya dan rombongan menginap menuju kawasan Banten Lama memang lumayan jauh. Lebih kurang 42 kilometer atau 1 jam lebih waktu perjalanan.

Sebelum menginjakan kaki di kawasan bersejarah itu, saya bersama teman-teman terlebih dahulu makan siang di sebuah rumah makan yang menyajikan Sop Ikan sebagai menu andalan.

Setelah mengisi perut, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Banten Lama. Tak terasa, bus yang saya tumpangi pun tiba di kawasan Banten Lama.

Sepanjang perjalanan di kawasan Banten Lama, saya memperhatikan pemandangan dari balik kaca bus. Tampak reruntuhan bangunan tua yang dikelilingi pagar, terlihat di beberapa sudut.

Di tengah reruntuhan bangunan itu, terlihat menara berbentuk segi empat berukuran sedang yang tampak kokoh menjulang ke atas. Garis-garis berwarna merah muda melingkari di beberapa bagian ujung menara tersebut.

Ya, menara tersebut tak lain adalah menara Masjid Pecinan Tinggi. Menara tersebut seolah menyambut kedatangan kami di kawasan bersejarah itu.

Saat turun dari bus, saya dan rombongan disambut oleh Pak Sudirman, seorang pemandu wisata setempat. Pak Sudirman memang dikenal sebagai pemandu wisata di beberapa destinasi wisata yang ada di Banten.

Selain kawasan Banten Lama, Pak Sudirman mengaku juga kerap memandu wisatawan yang ingin berkunjung ke Kampung Baduy, Kabupaten Lebak.

Tak salah pilih memang, pengetahuannya tentang sejarah Banten Lama berikut bangunan-bangunan kuno di dalamnya, silsilah Kesultanan Banten hingga kehidupan atau tradisi masyarakat Baduy, cukup ia kuasai.

“Mari kita jalan. Perjalanan pertama kita ke Masjid Agung Banten Lama,” ujar Pak Sudirman mengawali perjalanan kami.

Nuansa Madinah

Setelah berjalan beberapa ratus meter, saya dan rombongan pun tiba di depan pintu gerbang komplek masjid paling bersejarah itu.

Saya pun sempat terperangah kala melihat kemegahan kawasan komplek masjid yang dikelilingi pagar bernuansa klasik tersebut. Hamparan marmer di dalam komplek tampak terlihat jelas dari luar.

Tak hanya hamparan marmer, keberadaan beberapa payung terbalik berukuran besar tampak melengkapi keindahan komplek masjid tersebut.

Nuansa Madinah yang begitu kental, terpampang indah saat melihat sekeliling komplek masjid tersebut. Di dalam komplek, terlihat menara masjid berdiri kokoh menjulang ke langit.

Beberapa bagian masjid pun mengalami perubahan. Seperti genteng dan keramik. Kini genteng masjid tampak lebih mengkilap dari sebelumnya. Meski terlihat telah direnovasi, namun bentuk bangunan masjid masih tetap natural.

Kondisi kawasan Banten Lama terkini memang sangat berbeda. Terakhir kali saya mengunjungi kawasan tersebut yakni pada 2005 lalu. Kala itu komplek masjid Agung Banten Lama serta kawasan Kesultanan Banten Lama, terlihat kumuh.

Hamparan marmer yang membentang di dalam komplek masjid, dulunya hanya berupa tanah yang ditumbuhi rerumputan. Bahkan, kesan semrawut terlihat saat memasuki kawasan Kesultanan Banten Lama kala itu.

“Sejak kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim bersama Wakil Gubernur Andika Hazrumy, kawasan Banten Lama mengalami perubahan yang cukup drastis. Wisatawan merasa lebih nyaman saat berziarah maupun melakukan wisata religi dengan tersedianya berbagai fasilitas yang sudah dibangun,” ujar Pak Sudirman.

Diketahui, di awal kepemimpinan WH-Andika pada 2018, kawasan Kesultanan Banten mengalami renovasi besar-besaran. Anggaran Rp220 miliar dikucurkan secara bertahap sejak 2018 untuk menunjang renovasi.

Bukan tanpa alasan, sebab wisata religi kawasan Kesultanan Banten memang sedang dipersiapkan sebagai salah satu tujuan wisata religi kelas dunia.

Jejak Sejarah Kesultanan Banten

Setelah sekira satu jam kami menikmati keindahan Masjid Banten Lama, saya dan rombongan kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah benteng yang dinamai Benteng Speelwijk.

Untuk menuju ke benteng yang merupakan bagian dari jejak sejarah Banten tersebut, saya bersama rombongan harus kembali menaiki bus. Di perjalanan, kami kembali melintasi Masjid Pecinan Tinggi

Pak Sudirman pun memberikan penjelasan soal keberadaan Masjid Pecinan Tinggi. Masjid ini terletak di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen. Lokasinya tak jauh dari Masjid Agung Banten, kurang lebih 500 meter ke arah barat.

Menurut penuturan Pak Sudirman, masjid tersebut dibanguan untuk warga Cina beragama Islam yang tinggal di kawasan pecinan atau perkampungan Cina.

Pada masa kesultanan Banten, banyak orang Cina berdagang dan bermukim di Banten. Orang Cina memang banyak melakukan kerja sama perdagangan dengan masyarakat Banten, selain dengan masyarakat Eropa.

“Masjid Pacinan Tinggi menurut sejarah merupakan masjid pertama yang dibangun oleh Syarif Hidayatullah. Pembangunan masjid ini kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Hasanuddin,” tuturnya.

Tak terasa rombongan kami pun sampai tepat di depan Benteng Speelwijk. Sebelum memasuki areal benteng, saya dan rombongan menyempatkan diri melihat bangunan Vihara Avalokitesvara.

Dikutip dari berbagai sumber, sejarah pembangunan vihara tersebut berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Tokoh penyebar islam di tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien.

Melihat banyak pengikut putri yang masih memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten.

Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang. Versi lain menyebutkan, vihara ini dibangun pada tahun 1652. Yaitu pada masa emas kerajaan Banten saat dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.

Setelah melihat kemegahan bangunan vihara sembari minum kelapa muda, kami langsung memasuki areal Benteng Speelwijk. Saya dan rombongan diajak memasuki beberapa bagian di dalam areal benteng.

Dan yang membuat saya kagum, terdapat lorong bawah tanah yang menghubungkan ke sejumlah ruangan di dalamnya. Persisnya terlihat seperti bunker. Sampai diujung lorong, saya melihat sebuah ruangan berukuran kurang lebih 3×5 meter.

Ruangan itu merupakan ruangan terakhir yang terdapat di dalam bunker. Pak Sudirman menyebut ruangan tersebut dulunya digunakan untuk menyimpan persenjataan tentara Belanda saat menghadapi invasi tentara Inggris kala itu.

Selain itu, ruangan itu juga digunakan untuk menyimpan hasil bumi seperti lada dan merica yang memang di zaman itu menjadi incaran bangsa asing, termasuk Inggris dan Portugis.

Di luar bunker, tampak bebatuan bewarna merah sisa Benteng Speelwijk menjadi puing yang tersisa dari bangunan megah abad ke 17 ini.

Dikutip dari berbagai sumber, bangunan benteng terbuat dari campuran batu, pasir, dan kapur, konon Benteng Speelwijk dibangun untuk mengantisipasi serangan rakyat Banten khususnya pengikut Sultan Agung Tirtayasa.

Ketakutan ini beralasan karena saat itu Banten Lama masih menjadi kota pelabuhan besar dan diperebutkan oleh Belanda dan masyarakat Banten.

Pada masa jayanya, Benteng Speelwijk yang memiliki ketinggian 3 meter ini dibangun oleh Hendrick Loocaszoon Cardeel pada tahun 1681-1684 yaitu pada masa Sultan Abu Nas Abdul Qohar.

Sedangkan nama Speelwijk digunakan untuk menghormati Gurbenur Hindia Belanda yang saat itu masih berkuasa yaitu Cornelis Janszoon Speelman.

Di depan benteng, mata saya tertuju pada sebuah bangunan berbentuk segi empat seperti tugu. Namun setelah mendapat penjelasan dari Pak Sudirman, tugu tua itu merupakan makam dari seorang jendral perang tentara Belanda pada masa itu.

“Ini adalah makam Komandan Hugo Pieter Faure (1718 – 1763), sang panglima perang tentara belanda,” imbuh Pak Sudirman.

Kunjungan ke Benteng Speelwijk tersebut merupakan kunjungan penutup saya dan rombongan dalam rangkaian Explore Wisata Banten di hari itu.

Meski terbilang singkat, kunjungan ke kawasan Kesultanan Banten masih terasa membekas di benak saya. Banyak hal yang bisa diambil dari kunjungan tersebut.

Setidaknya, itu bisa menambah pengetahuan saya tentang jejak sejarah Kesultanan Banten. Ingin rasanya datang kembali lagi ke kawasan Kesultanan Banten. Sebab, masih banyak jejak-jejak sejarah di Kesultanan Banten lainnya yang masih belum saya ketahui. (*)

About admin

Check Also

Bapenda Kota Tangerang Targetkan PBB-P2 dan BPHTB 2025 Sebesar Rp1,2 Triliun

TANGERANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menaikan target Pajak Bumi ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!