
TANGERANG, — Para komunitas peduli penyintas HIV/AIDS yang tergabung dalam Aliansi Advokasi Kota Tangerang Adil (AKTA) menegaskan pentingnya percepatan kebijakan dan penambahan anggaran dalam penanggulangan HIV/Aids di Kota Tangerang.
Hal ini terungkap dalam diskusi dan Konferensi pers media lokal bertemakan mendorong akses penganggaran swakelola tipe 3 di Kota Tangerang untuk program penanggulangan HIV/Aids , Rabu (10/12/2025)
Ada 12 yayasan yang tergabung dalam Aliansi AKTA diantaranya, Binamuda Gemilang, WCI, Cita Andaru Bersama, Mutiara Maharani, Jaringan Indonesia Positif Banten, Drug Policy Reform, Forum Komunikasi Peduli HIV Aids Tangerang Bersatu, KDS Perwata, IPPI Banten, KDS Bougenville Sehati OPT Setara dan OPSI Banten.
Menurut aliansi AKTA, penanganan HIV/AIDS masih dihadapkan pada tantangan terbatasnya akses layanan kesehatan hingga minimnya dukungan pendanaan yang berkelanjutan.
Selain itu, para aktivis mendorong adanya revisi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS agar lebih selaras dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 23 Tahun 2022 yang memperkuat regulasi layanan, perlindungan, serta pendanaan bagi kelompok terdampak.
Aktivis Yayasan Bina Muda Gemilang yang juga bagian dari AKTA, Encep Saipul Milah, menilai bahwa penyesuaian regulasi tersebut merupakan hal mendesak mengingat komitmen nasional untuk mencapai target Indonesia bebas AIDS pada tahun 2030 semakin dekat. Sementara itu, dukungan pendanaan dari organisasi internasional terus mengalami penurunan setiap tahunnya.
“Pemerintah Kota Tangerang harus segera melakukan langkah-langkah konkret baik dalam aspek regulasi maupun anggaran. Revisi Perda No. 4 Tahun 2021 sangat diperlukan agar selaras dengan Permenkes No. 23 Tahun 2022, sehingga pelaksanaan program di lapangan memiliki landasan yang kuat dan menjamin perlindungan bagi penyintas,” ujar Encep yang juga sebagai Technical Officer untuk Kontrak Sosial Swakelola Tipe 3.
AKTA juga meminta agar pemerintah daerah memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam penanganan HIV/AIDS, khususnya melalui kebijakan swakelola tipe 3 guna memastikan kesinambungan program setelah menurunnya suntikan dana dari donor internasional.
“Selama ini banyak program yang berjalan karena dukungan internasional. Namun pendanaan itu semakin berkurang, sehingga pemerintah daerah harus mengambil alih peran strategis tersebut. Swakelola tipe 3 harus segera didorong sebagai bentuk kemandirian daerah dalam menanggulangi HIV/AIDS,” tegas Encep.
Ia berharap komitmen bersama dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang berpihak dan dukungan anggaran yang memadai agar layanan kesehatan, pendampingan, serta upaya pencegahan dapat terus berlangsung tanpa hambatan.
“Jika kita ingin mencapai kota sehat dan Indonesia bebas AIDS 2030, maka tidak ada alasan untuk menunda kebijakan. Penyintas berhak mendapatkan kehidupan yang layak, akses layanan yang manusiawi, dan perlindungan hukum yang jelas,” tegas Encep.
Selain membuka peluang swakelola tipe 3, tambah Encep, transparansi & akuntabilitas penganggaran penanggulangan HIV/Aids juga perlu menjadi perhatian serta memberdayakan komunitas HIV dalam penganggaran publik.
“Saya juga berharap perlu komitmen SDGs & inklusi sosial, termasuk Pra-Musrenbang Tematis untuk kelompok rentan HIV serta memenuhi kewajiban SPM bidang kesehatan, khususnya layanan HIV/AIDS,” harap Encep.
AKTA mengajak semua pihak—pemerintah, OMS, komunitas, akademisi, media, dan masyarakat luas—untuk bergandengan tangan memperkuat kolaborasi. Dengan sinergi inklusif, Kota Tangerang dapat menjadi kota sehat dan berkontribusi pada tercapainya target Indonesia Bebas AIDS 2030.
cnnbanten.id Mitra Banten Untuk Indonesia