
CNNBanten.id – Duguaan maling uang rakyat proyek revitalisasi Pasar Rakyat Tanggeung, yang melibatkan mantan anggota DPRD Cianjur periode 2014 -2019 Yusuf Roida Faisal disorot Aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Pasar, Luhur Nugroho.
Luhur menilai, pembangunan pasar tersebut melanggar aturan dan berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah.
Aktivis Aliansi Masyarakat Peduli Pasar, Luhur Nugroho mengatakan,
dugaan tindak pidana maling uang rakyat tersebut berawal dari proses pengadaan tanah untuk pembangunan pasar seluas 1,6 hektar yang ternyata milik seorang anggota DPRD Cianjur yang pernah menjabat pada periode 2014-2019 yakni Yusuf Roida Faisal.
“Kejanggalan makin terendus ketika pembelian lahan seluas 1,6 hektar itu tidak sesuai harga wajar, yaitu 1,5 juta per meter,” ujarnya dalam keterangan resminya, Selasa 27 September 2022.
Luhur pun meminta Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk berani mengusut kasus tersebut. Terlebih ada potensi kerugian negara dalam proyek tersebut.
“Jika model skema nya begitu, mudah sekali ditelusuri, terutama bagi penjual lahan pasar yang riskan dijebloskan ke penjara karena jual belinya tidak wajar. Apalagi YRF ini ketika itu masih sebagai DPRD setempat yang tentunya main mata dengan oknum Pemda,” tegasnya.
Menurut Luhur, keputusan pembelian lahan diduga diwarnai aksi suap antara oknum Pemkab dan DPRD Cianjur sejak masa Bupati Ivan Rivalno periode 2016-2021 lalu yang berakhir dengan tertangkapnya Ivan Rivaldo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam operasi tangkap tangan (OTT) 2018 lalu.
Menurutnya, pembelian lahan tersebut tidaklah mendesak. Sebab, pasar yang saat ini berlokasi di Jalan Raya Tanggeung, masih memungkinkan untuk dilakukan revitalisasi tanpa harus memindahkan pasar ini.
“Apabila memang ingin dipaksakan pindah lokasi, masih banyak lahan yang layak dengan harga terjangkau,” tambahnya.
Informasi yang dihimpun, pengerjaan pasar baru dilakukan pada tahun 2020 yang telah melewati siklus penganggaran yang sudah ditentukan regulasi. Pemkab Cianjur yang menerima anggaran pembangunan pasar tipe A senilai Rp 11,5 miliar, namun realisasinya bertipe C yang seharusnya hanya Rp.5,8 miliar dan bangunannya pun tidak sesuai dengan prototipe.
Dalam hal ini, Pemkab Cianjur telah menabrak tiga regulasi sekaligus yang berpotensi kuat mengandung tindak pidana korupsi, yakni
Perpres No.112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, Peraturan Menteri Perdagangan No.61/M-DAG/PER/8/2015 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan No.56/M-DAG/PER/2014 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
“Proses pembangunan Pasar Tanggeung ini harus merujuk dan sesuai regulasi yang ada, cek apakah sesuai atau tidak. Jika tidak berarti sudah masuk tindak pidana korupsi dan aparat hukum harus bergerak,” pungkas Luhur.
Sekadar diketahui, kebijakan revitalisasi pasar telah sesuai anggaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang merupakan program Nawa Cita Kementerian Perdagangan RI (Kemendag) yang menginginkan adanya revitalisas 5 ribu pasar rakyat.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, pasar yang berdiri dilahan seluas 1,6 hektar ternyata milik keluarga besar Yusuf Roida. Yakni Rahman (mantan Kepala Sekolah SDN Tanggeung), Ade Gozali (pemilik Warung Uwak Engking, Gunung Subang), Hj. Ida Rosida beserta anaknya Neng Yulia yang berperan sebagai penghubung ke Pemkab Cianjur. (Ger/red)
cnnbanten.id Mitra Banten Untuk Indonesia