
CNNBanten.id – Wasto (35) adalah seorang nelayan ia berasal dari Brebes, Jawa Tengah, pada tahun 1992 ia mulai merantau ke wilayah pesisir utara Tangerang tepatnya di wilayah Kronjo, Kabupaten Tangerang, yang notabenenya adalah para nelayan.
Wasto tinggal di Kampung Pekapuran, Rt.02/04, Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. Bersama seorang istri dan empat anaknya.
Wasto sudah menggeluti profesinya sebagai nelayan sejak berusia 12 tahun. Baginya, menjadi seorang nelayan adalah sumber kehidupannya. Dirinya pun menuturkan, tidak ada keahlian yang dimilikinya selain melaut.
Dari hasil melautnya, ia harus membagi uang penghasilan penjualan tangkapannya itu untuk kebutuhan dapur rumah juga untuk kebutuhan ia melaut. Apalagi, kata Wasto, biaya melaut itu tidak murah, minyak jenis solar yang harus ia beli dan kebutuhan dirinya saat melaut pun harus terpenuhi.
“Harga solar saja perliternya enam ribuan dan saya harus beli solar 30 liter untuk sekali melaut aja, saya melaut kan butuh kebutuhan juga, rokok sama makanan,” katanya, saat di wawancara, Senin (17/05/2021).
Udang dari hasil tangkapan melautnya tak sebarapa. Satu kilo gram udang jenis Bagoong saja hanya dihargai lima puluh ribu perkilonya. Itu pun kata Wasto, udang yang besar. Namun, udang yang kecil hanya dihargai sebesar dua puluh lima ribu saja perkilonya.
“Apalagi harga udang cuma Rp.50,000; (lima puluh ribu) perkilo, kalau udang yang kecil cuma Rp.25,000; (dua puluh lima ribu) perkilonya,” imbuhnya.
Dalam sekali melaut saja, Wasto hanya menghasilkan uang sebesar Rp.200,000; (dua ratus ribu rupiah). Namun, uang itupun harus ia bagi untuk kebutuhan rumah tangga juga kebutuhan dirinya saat melaut.
Sedangkan akhir-akhir ini, kata dia, ia hanya bisa menghasilkan tangkapannya sebanyak 30 sampai 40 kilo saja. Menurut dia, cuaca sangat berpengaruh.
“Kalau tangkapan udang sedikit ya paling cuma dapat dua ratus ribu aja pak kalau dijual, itu pun harus saya bagi-bagi buat kebutuhan saya melaut terus kebutuhan hidup di rumah, jajan anak juga,” kelunya.
Masa pandemi seperti ini harga penjualannya turun. Sebab, banyak orang khawatir akan virus Corona.
“Masa Corona banyak orang jarang beli ikan, pada takut, katanya ikan ada Coronanya,” ungkapnya.
Untuk memutar roda ekonominya, Wasto dibantu sang istri berjualan kerupuk di pasar, bila mengandalkan dari hasil melautnya saja tidak akan mencukupi.
“Alhamdulillah saya dibantu istri, istri saya jualan kerupuk di pasar, jadi gak terlalu beban. Kalau ngarepin dari hasil melaut ya gak bakal cukup,” tuturnya.
Dirinya berharap agar pemerintah bisa lebih memperhatikan nasib para nelayan karena resiko melaut tak seberapa dengan harga jual ikan yang ditangkap.
“Harapan saya supaya pemerintah benar-benar memperhatikan nasib nelayan, tahu sendiri resiko nelayan gede, gak sebanding sama harga ikan yang kita jual,” harapnya. (Hasan Basri)