CNNBANTEN.ID – Setelah dilakukan musyawarah bersama antara warga Desa Cisangu, Kecamatan Cibadak, yang merupakan orangtua siswa yang ditolak bersama komite dan pihak sekolah Sekolah Menengah Akhir Negeri (SMAN) 1 Cibadak. Dalam pertemuan kurang lebih dua jam tersebut akhirnya menemukan solusi untuk mengakomodir sebanyak 23 siswa tersebut.
Kepala Desa Cisangu, Kecamatan Cibadak Iden Sukatman mengatakan, setelah mendapat surat dari pihak SMAN 1 Cibadak melalui kantor desa, hari ini (kemarin-red) telah dilakukan musyawarah bersama antara warga, komite sekolah, berikut Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Cibadak, untuk membahawa terkait penolakan sekaligus merumuskan untuk mencari solusi selanjutnya. “Setelah dilakukan musyawarah, pihak sekolah akan menambah kuota. Dari kami itu ada 23 siswa dari Desa Cisangu yang belum lama ini ditolak akibat sistem zonasi,” kata Iden Sukatma kepada wartawan selepas kegiatan tersebut, Selasa (2/7/2019).
Selaku Kades, Iden Sukatman merasa bersyukur akhirnya warganya tersebut kembali bisa melanjutkan pendidikan di tingkat Selakolah Lanjutan Tingkat Akhir (SLTA). Sebab, pihaknya sangat mengkhawatirkan jika tidak ada solusi dari pihak SMAN 1 Cibadak, warganya tersebut bisa terancam putus sekolah. “Mereka (SMAN 1 Cibadak-red) akan menambah satu Rombongan Belajar (Rombel) untuk mengakomodir warga saya. Saya bersyukur,” ujarnya.
Namun demikian Iden Sukatma menambahkan, khawatir peristiwa ini akan terjadi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 mendatang. Maka pihaknya meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Republik Indonesia untuk mengevaluasi bahkan kalau bisa dihapus saja. Sebab, jelas dampaknya membuat resa warga yang akan mendaftarkan anaknya masuk sekolah. “Dilingkungan Kecamatan Cibadak saja ditolak, apalagi ke luar Kecamatan Cibadak. Sitem zonasi ini harus di evaluasi bahkan kalau bisa dihapuskan saja biar masyarakat tidak kelimpungan ketika akan mendaftarkan anaknya sekolah,” tandasnya.
Salah seorang orangtua siswa Warga Desa Cisangu Hendra Wahyudi mengatakan, harusnya memperintah membuat kebijakan untuk mempemudah pendaftaran sekolah bukan sebaliknya. Bahkan, sistem zonasi ini mengancam anak putus sekolah jika tidak masuk zonasi. “Yang dekat aja anak kami di tolak apalagi sekolah yang jauh. Karena, yang terdekat itu hanya SMAN 1 Cibadak. Maka tidak adalagi harapan kami selain ke sekolah tersebut,” ujarnya.
Kepala SMAN 1 Cibadak Achmad Djadjuli membenarkan adanya penambahan kuota. Menurutnya, adanya penambahan kuota tersebut hasil koordinasi dengan pihak Dindikbud Provinsi, bahwasanya masih bisa melakukan penambahan kuota selagi ada ruangan yang bisa dipakai untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dengan catatan dimusyawarakan dengan pihak komite dan masyarakat. “Kita akan pakai ruangan labotarium untuk dijadikan KBM sementara, sampai menunggu ada bangunan lainnya,” pungkasnya. (bon/ule)